Rabu, 18 Februari 2009

Bisakah Saya Sehebat Ibu?

Ibu saya adalah anak tunggal. Emaknya(nenek) juga anak tunggal. Ayahnya (kakek) sudah wafat waktu ibu masih kecil. Meski anak tunggal jangan bayangkan warisannya banyak. Beliau malah tak punya apa-apa, bahkan tanah secuil pun.

Rumah yang dulu ditinggalinya adalah kepunyaan saudara jauh. Rumahnya besar dan di kelilingi tembok tinggi. Jadi seperti rumah di dalam rumah. Atau rumah di dalam stadion. Pemiliknya saudagar di jaman dulu. Anak cucunya pun sekarang jadi saudagar pula. Jadi mereka sudah tidak membutuhkan lagi rumah kuno.

Hanya kalo lebaran pendoponya di pakai buat silaturrahim selama tak lebih dari 2 jam. Dan saya tak pernah melihat suara berisik meski perkumpulan itu di hadiri puluhan atau ratusan orang. Mereka bersuara halus, santun dan tak bergossip. Ah, orang sibuk dan bisnis man / girl, kalau berkumpul memang tak seperti pasar.

Setelah nenek wafat, ibu pun jarang menengok rumah pinjaman itu. Takut, sepi. Belakangan rumah itu hanya di wakafkan buat sekolah. Hahahaha... ibu semeter pun tak punya, mereka tumpah ruah sampe asset segitu luas cuma di kasih-kasih begitu saja. Moga jadi pahala yang tak pernah putus.

Yang dimiliki ibu adalah spirit buat bertahan hidup dan asset berupa 5 (lima) anak. Beliau bekerja keras tak kenal lelah agar bisa punya rumah sendiri. Belum lagi di recoki lima anaknya yang minta ini itu. Sementara bapak sebagai kepala keluarga banting tulang buat membiayai sekolah kami, lima bocah ini, dan makan sehari-hari.

Setelah saya tua gini baru bisa menyadari bahwa kedua orang tua kita benar2 orang hebat. Dan saya beda jauh dengan ibu. Ibu pekerja keras, pantang menyerah, sementara saya begitu lembak dan cengeng. Ibu sangat mandiri sejak masih muda, sementara saya masih jadi parasit di rumah. Ibu tak suka merepotkan orang lain, kepada menantunya sekali pun. Sementara saya sangat cerewet kalo punya keinginan. Ibu sangat sayang pada bapak, sementara saya kalo pdkt ama seseorang malah berakhir jadi musuh. Oooohhhh... bodohnya tuti.

Hanya satu yang kata para saudara diturunkan ibu pada saya: alergi dingin. Kalau hujan begini kulit saya memerah di sekujur tubuh, bentol-bentol, gatal sekali. Ibu pun begitu. Tak ada apa-apa tapi seperti habis di tempeli ulat bulu. Jiyeh, garuk-garuk melulu sampai perih. Kalau kena panas bentolnya hilang sendiri, tinggal perihnya bekas garukan.

Ibu, beri anakmu ini spirit seperti yang kau punya. Jangan cuma alerginya doang.

0 komentar:

Posting Komentar